Liputan6.com, Jakarta - Saat banyak masyarakat di Jakarta sedang tidur lelap, perempuan ini justru baru mengawali aktivitasnya. Di sebuah sudut kota metropolitan, ia sibuk melayani para pelanggan nasi uduk di warungnya yang berada di Jalan KH Guru Mughni, Kuningan, Jakarta Selatan.
Mengenakan baju hitam polkadot, penampilan perempuan berusia 60-an ini terlihat segar. Wajahnya disaput bedak tipis, begitu juga bibirnya yang diberi lipstik. Sepasang anting-anting terlihat tergantung di bawah telinganya, sedangkan rambutnya yang mulai memutih diikat ke belakang.
Perlu kesabaran untuk bisa berbincang-bincang dengan perempuan yang dikarunia tiga orang anak ini. Pukul 00.00-03.00 WIB, termasuk waktu yang paling sibuk bagi Wiri, ia harus melayani para pembeli nasi uduk buatannya yang terus mengalir.
"Saya dagang nasi uduk sudah 15 tahun. Sebelum di sini, saya sempat buka di sana," kata Wiri kepada Liputan6.com membuka percakapan. "Nggak jauh dari sini," lanjutnya.
Jauh sebelum berdagang nasi uduk, perempuan asal Jawa Tengah ini pernah menggeluti berbagai usaha, mulai dari warteg, dagang sayur, hingga menjahit. Namun, nasi uduklah yang membuat usahanya bertahan hingga saat ini.
"Mulanya jualan sedikit-sediki, habis terus. Lalu, saya tambah hingga sekarang sampai 20 liter setiap hari. Kalau Jumat dan Sabtu bisa habis 30-35 liter," kenang Bu Wiri.
Sesaat, ia memesan sebotol air mineral kepada seorang karyawannya. Botol air mineral itu diletakkan di sampingnya. Ia langsung membuka tutupnya dan meminumnya.
Nasi uduk Ibu Wiri tak hanya menyajikan nasi uduk campur telor, atau bakwan dan tempe goreng, tapi lebih dari itu. Di sana terlihat tempe orek, semur daging, semur tahu, telur goreng, ayam goreng, cumi hitam, ayam suwir, hingga sambal merah yang pedas.
"Ada lebih 20 menu, biar orang banyak pilihan. Banyak juga orang membeli lauk-pauknya aja," ujarnya.
Antre Sejak Pukul Tiga Pagi
Lalu-lalang kendaraan roda dua dan roda empat tak pernah sepi melintasi Jalan KH Guru Mughni, seperti dini hari itu. Saat pedagang lain yang berjualan di sepanjang jalan itu sudah menutup warungnya, warung nasi uduk Bu Wiri justru sedang ramai diserbu pembeli.
"Jam satu sampai jam 3 biasanya yang paling ramai. Apalagi, kalau malam Minggu seperti sekarang," kata perempuan yang menguliahkan tiga anaknya dari hasil berjualan nasi uduk.
Wiri tak sendiri saat melayani para pelanggan. Ia dibantu dengan tujuh karyawan. Ada yang menyiapkan nasi uduk, mencuci piring, menyediakan air minum. Semuanya mengenakan kaus merah berkerah yang di belakangnya terdapat tulisan Nasi Uduk Gaul Ibu Wiri.
"Kalau suami saya, Kemis, bagian yang memasak. Saya yang melayani pembeli dibantu tujuh karyawan. Jadi, kita saling bagi-bagi tugas," jelasnya.
Selepas zuhur, Wiri mulai menyiapkan beragam menu yang dihidangkan pada malam harinya. Mulai dari meracik menu-menu apa saja yang disajikan hingga mengolahnya hingga menjadi sajian yang nikmat. Setelah selesai masak, mereka kemudian membereskan tempat dagangannya hingga menata menu-menu hingga dibuka pada pukul 23.00 WIB.
"Setelah Lebaran kami buka mulai pukul 23.00 sampai pukul 05.00 pagi. Sebelumnya, kami buka mulai pukul 00.00, tapi sejumlah pelanggan meminta agar kami buka lebih awal," jelas Ibu Wiri yang mengaku omzet penjualan nasi uduk bisa mencapai Rp10 juta per malam.
Mereka yang biasa makan nasi uduknya lebih banyak datang dari sejumlah tempat di Jakarta Selatan, termasuk dari Kemang, Jakarta Selatan. Tak hanya masyarakat sekitar Jakarta, nasi uduk gaul Ibu Wiri juga disukai banyak ekspatriat.
"Kalau DF (Drafon Fly) ramai di sini juga ikut ramai. Ikut penuh. Kalau di Kemang ada acara, biasanya mereka makan di sini sampai penuh. Hari Kamis atau hari Jumat kalau di ada acara di tempat tertentu, di sini juga biasanya penuh. Lumayan ramai," papar Wiri.
"Banyak juga bule yang makan di sini," tambah Wiri.
Sebelum buka malam hingga pagi, nasi uduk gaul sempat buka pada pagi hingga siang. Namun, sejumlah pembeli meminta agar ia buka malam sampai pagi. Dari banyak saran pembeli itu, Wiri kemudian membuka warung nasi uduknya dari malam hingga pagi.
"Pembelinya dari jam tiga pagi aja udah pada nungguin di sini. Mereka ngantre. Terpaksa, akhirnya kami buka malam," katanya. "Cumi balado, cumi hitam, ayam suwir, daging pedas. Itu yang sering dipesan pembeli. Harga seporsi, tergantung apa yang mereka makan. Kalau cumi hitam dan tempe oreg itu harganya Rp25 ribu. Ya, harganya standar," tandasnya.
Kami menerima kontribusi konten untuk rubrik Kuliner Malam Jumat, yaitu tempat kuliner yang cukup dikenal, punya ciri khas, dan masih buka pada malam hari. Konten harus berupa tulisan, foto dan video berdurasi sekitar 3 menit.
Tulisan berupa cerita mendalam tentang tempat kuliner malam yang diangkat sekitar 1.000 sampai 1.500 kata, foto minimal lima buah, dan video. Format konten video bisa dilihat dari video Kuliner Malam Jumat yang sudah ditayangkan.
Hasil liputan dikirim ke email: dinny.mutiah@kly.id. Tersedia hadiah menarik bagi yang karya terpilih. Untuk pertanyaan lebih detil tentang konten liputan Kuliner Malam Jumat, bisa ditanyakan melalui alamat e-mail yang sama.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
"nasi" - Google Berita
September 26, 2019 at 09:05PM
https://ift.tt/2mZ1Q9m
Kuliner Malam Jumat: Nasi Uduk Gaul yang Digemari Para Ekspatriat - Liputan6.com
"nasi" - Google Berita
https://ift.tt/2IdrjUu
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Kuliner Malam Jumat: Nasi Uduk Gaul yang Digemari Para Ekspatriat - Liputan6.com"
Post a Comment