LANCONG SEMALAM
Christie Stefanie, CNN Indonesia | Minggu, 22/12/2019 16:19 WIB
Nagoya, CNN Indonesia -- Awal Desember menjadi waktu yang baik berkunjung ke Nagoya, ibu kota Prefektur Aichi, Jepang. Suhu yang tak terlalu dingin serta dedaunan yang mulai cokelat membuat perjalanan di sana sangat menyenangkan.Pada awal Desember lalu, saya berkesempatan mengunjungi Nagoya untuk meliput Mnet Asian Music Awards 2019, salah satu ajang penghargaan terbesar musik Korea dan Asia.
Kala itu menunjukkan pukul 16.00 waktu setempat dengan suhu sembilan derajat Celcius ketika saya menginjakkan kaki di Chubu Centrair International Airport, Nagoya. Dengan mengenakan pakaian hangat dan coat, saya akhirnya keluar kawasan utama bandara untuk menuju pusat kota.
Banyak moda transportasi yang bisa dipilih untuk bertolak ke pusat kota, mulai dari kereta, bus, serta taksi. Papan-papan informasi terlihat jelas dan memudahkan turis untuk menentukan arah dan pilihan.Begitu keluar usai mengambil bagasi, ada baiknya mengunjungi informasi turis terlebih dahulu guna membeli kartu transportasi. Kartu itu berfungsi seperti uang elektronik yang kerap digunakan di Jakarta.
Kebanyakan moda transportasi di Jepang masih menerima uang tunai. Namun, kartu tersebut memudahkan dan mempercepat pengguna karena tak harus bolak-balik membeli tiket subway sekali jalan.
Jika sebelumnya sudah memiliki kartu transportasi dari area lain, seperti Hokkaido (Kitaca), kartu tersebut tetap bisa digunakan di Nagoya.
Setelah semua siap, saya memilih menggunakan bus karena hotel yang akan ditempati tak jauh dari tempat pemberhentian. Tiket bisa dibeli di mesin-mesin yang terletak di halte. Tiket satu kali jalan seharga 1.300 yen (Rp169 ribu) mengantarkan saya dari Bandara ke Sakae.
Sekadar saran, kawasan Sakae bisa menjadi pilihan utama ketika hendak menentukan lokasi penginapan. Sakae merupakan salah satu pusat Nagoya dan tak terlalu sulit dijangkau dari bandara.
Sakae bisa jadi pilihan tempat menginap yang strategis di Nagoya. (Istockphoto/tapanuth)
|
Perjalanan ditempuh sekitar 70 menit dan saya tiba di penginapan. Setelah check-in dan meletakkan seluruh barang, saya bergegas untuk mengelilingi Sakae.
Hal pertama yang saya lakukan adalah mengisi kekosongan perut. Ramen Ichiran menjadi tujuan pertama saya malam itu. Saya memutuskan berjalan kaki ke Ichiran karena hanya berjarak sekitar 900 meter dari penginapan.
Gemerlap lampu dari toko-toko di sepanjang jalan Sakae serta angin sejuk yang berhembus tiap waktu membuat perjalanan ke tempat makan terasa menyenangkan.
Kawasan Sakae di malam hari. (Istockphoto/Jui-Chi Chan)
|
Langkah terhenti di depan pintu kayu. Sebuah mesin langsung menyambut ketika pintu dibuka. Tamu bisa memesan makanan yang diinginkan lewat mesin tersebut. Harga ramen di Ichiran sekitar 1800-2000 yen (sekitar Rp234 ribu).
Setelah perut kenyang, saya langsung mengelilingi area Sakae. Banyak hal bisa dilakukan di Sakae, mulai dari sekadar berjalan-jalan, berbelanja, hingga wisata kuliner.
Setelah berjalan-jalan menikmati suasana malam, saya memutuskan untuk mengunjungi Don Quijote yang juga terletak di Sakae. Don Quijote merupakan toko serba ada yang sesungguhnya. Kebutuhan sehari-hari hingga barang mewah bisa ditemukan di sana.
Setelah cuci mata dan mengenal Sakae dalam beberapa jam, saya memutuskan untuk kembali ke penginapan.
Tersesat keindahan kota Totoro
Salah satu hal yang saya sukai dari Jepang adalah tak perlu khawatir akan kelaparan. Minimarket yang 'berserak' di setiap sudut memudahkan banyak orang mendapatkan makanan.
Salah satunya saya. Terbangun karena lapar, saya cukup mengambil coat dan memakai kaus kaki mengunjungi minimarket persis di sebelah tempat penginapan. Di sana, saya mendapatkan nasi daging seharga 651 yen (sekitar Rp84 ribu) yang menyenangkan lidah serta perut.
Hari kedua menjadi waktu untuk menjelajahi Nagoya sedari pagi. Setelah bersiap-siap, saya memilih untuk mengunjungi pusat wisata yang paling jauh, Satsuki & Mei's House.
Rumah Satsuki dan Mei dalam film animasi Studio Ghibli, My Neighbor Totoro, dibangun sama persis di kawasan Aichi. Sesungguhnya hanya butuh 66 menit untuk tiba di sana.
Tapi saya memerlukan lebih dari 90 menit untuk tiba di Satsuki & Mei's House. Malu bertanya sesat di jalan benar-benar merepresentasikan perjalanan ke lokasi My Neighbor Totoro tersebut.
Bermodalkan peta dengan rasa percaya diri yang tinggi, setelah naik subway dan berganti kereta, pengunjung harus berjalan kaki ke sana. Saya pun akhirnya banyak menaiki tanjakan, jembatan, bahkan memasuki hutan sebelum tiba di lokasi.
Namun perjalanan itu mengakibatkan saya berkeringat di tengah hembusan angin dingin dan suhu 12 derajat Celcius kala itu. Setibanya di meja registrasi, sang penjaga sepertinya menyadari wajah lelah saya. Ia pun bertanya cara saya menuju tempat itu.
Saya menceritakan perjuangan menuju ke Satsuki & Mei's House. Dia hanya tersenyum sambil menepukkan kedua tangannya sebagai tanda gemas karena tersedia bus gratis yang berkeliling di kawasan tersebut.
Mendengar hal itu saya hanya bisa tertawa pasrah. Meski lelah, saya menikmati perjalanan tersebut sebab daun yang mulai cokelat, pemandangan pepohonan bahkan danau di sekitar lokasi sangat indah.
Setelah itu, saya membeli tiket masuk 520 yen (Rp66 ribu) dan mendapatkan ringkasan cerita My Neighbor Totoro, nomor urut. Pengunjung tak bisa sesuka hati memasuki Rumah Satsuki dan Mei. Pengunjung akan masuk dalam grup bersama dengan pemandu tur.
Di sepanjang jalan, pemandu tur dengan Bahasa Inggris sekadarnya, menceritakan tentang Totoro. Pengunjung diberikan waktu 30 menit untuk menikmati Satsuki & Mei's House.
Satsuki & Mei's House. (CNN Indonesia/ Christie Stefanie)
|
Pengunjung bebas mengabadikan gambar dan video ketika berada di luar rumah. Namun, hal itu dilarang ketika mulai memasuki rumah.
Di dalam rumah ternyata terdapat dua pemandu tur lainnya yang lebih fasih berbahasa Inggris.
Pengunjung diperbolehkan berfoto dari luar. (CNN Indonesia/ Christie Stefanie)
|
Saran saya banyak-banyak berkomunikasi dan beramah tamah dengan mereka, barangkali menjadi salah satu pengunjung yang beruntung seperti saya yang dipinjamkan tas selempang kuning serta topi bulat Mei dalam film My Neighbor Totoro.
Tak terasa 30 menit berlalu, para pemandu tur memberi tahu pengunjung sudah harus kembali ke meja. Di sana terdapat meja yang menjajakan pernak pernik Studio Ghibli seperti gantungan kunci, sumpit, puzzle, dan sapu tangan.
Seperti tak ingin mengulangi kesalahan, saya memilih menunggu bus untuk kembali ke stasiun kereta. Di dekat stasiun, saya menyempatkan diri jajan kue ikan berisi es krim dan selai kacang merah untuk mengisi perut.
Rumah dalam film animasi diwujudkan sebagi objek wisata penggemar Totoro. (CNN Indonesia/ Christie Stefanie)
|
Lancong Semalam di Nagoya masih berlanjut ke halaman berikutnya...
Bertamu ke Rumah Totoro, Santap Nasi Belut Super Junior
BACA HALAMAN BERIKUTNYA"nasi" - Google Berita
December 22, 2019 at 04:19PM
https://ift.tt/2MkosLH
Bertamu ke Rumah Totoro, Santap Nasi Belut Super Junior - CNN Indonesia
"nasi" - Google Berita
https://ift.tt/2IdrjUu
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Bertamu ke Rumah Totoro, Santap Nasi Belut Super Junior - CNN Indonesia"
Post a Comment