Nasi Padang masih menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara. Namun, ada berbagai hal unik dan menarik seputar Nasi Padang yang barangkali belum diketahui banyak orang.
Nasi Padang masih menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia, bahkan mancanegara.
Berdasarkan sebuah survei pada 2017, ikon Nasi Padang, rendang, disebut sebagai makanan terenak dunia — disusul oleh nasi goreng pada peringkat dua.
Namun, ada berbagai hal unik dan menarik seputar Nasi Padang yang barangkali belum diketahui banyak orang.
Untuk menjelaskan seluk-beluk Nasi Padang, BBC News Indonesia melakukan survei dan wawancara. Hasilnya dapat Anda simak berikut ini:
Mengapa disebut "Nasi Padang"?
Nasi Padang adalah sebutan bagi makanan khas Minangkabau, dibeli di restoran khusus yang biasanya dimiliki dan dikelola oleh orang Minangkabau. Restoran seperti ini dikenal dengan nama Rumah Makan Padang.
"Rumah makan Padang" sebenarnya merupakan penamaan kontemporer bagi restoran Minangkabau yang mulai populer pada akhir 1960-an.
Penyebutan "Padang" adalah bagian dari perubahan identitas yang dilakukan oleh orang Minangkabau saat itu, menyusul pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatera Barat.
Setelah pemberontakan PRRI resmi berakhir pada 1961, pemerintah pusat berusaha menghabisi semua elemen PRRI. Akibatnya, terjadi eksodus besar-besaran suku Minangkabau ke daerah lain, termasuk ke Pulau Jawa.
"Orang Padang setelah [peristiwa] PRRI disuruh melapor, disuruh ini, dibilang orang kalah, dihina-hina, jadi tahanan di daerah sendiri. Akhirnya pada keluar mereka itu," kata Profesor Gusti Asnan, sejarawan Minangkabau di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Andalas.
Menurut Gusti, tindakan keras dan cenderung menindas dari pemerintah pusat waktu itu mendorong orang Minangkabau di perantauan berusaha mengganti identitas mereka dengan berbagai cara.
Dua yang paling mencolok ialah mengganti nama etnik dari Minangkabau menjadi Padang, serta mengganti nama diri dari khas Minangkabau menjadi kejawa-jawaan.
Sebelumnya, sebutan lazim bagi tempat makan yang menjual masakan khas Minangkabau adalah "lapau nasi", "kedai nasi", "los lambuang", atau "karan".
Asal-usul rumah makan Padang atau lapau dapat ditelusuri hingga perempat kedua abad ke-19.
Waktu itu, Padang dijadikan ibu kota daerah administratif Gouvernement van Sumatra's Westkust sekaligus dijadikan bagai pusat aktivitas ekonomi. Semua hasil bumi Sumatera Barat yang layak untuk dijual ke pasar mancanegara harus dibawa ke Padang, dan semua barang kebutuhan daerah harus didatangkan dari Padang.
Untuk menunjang pengiriman barang-barang tersebut, pemerintah Belanda membangun berbagai ruas jalan di seantero Sumatera Barat.
Sarana transportasi yang populer saat itu adalah kuda beban dan pedati, dan karena kuda perlu istirahat, ruas jalan dibagi menjadi beberapa etape (tahap, perhentian). Dalam jalan dari Padang hingga Bukittinggi, misalnya, terdapat enam etape.
Pada setiap etape tersedia pesanggrahan atau tempat istirahat untuk pejabat kolonial dan penginapan bagi penuntun kuda beban dan sais pedati. Penginapan tersebut sekaligus berfungsi sebagai warung atau kedai nasi. Inilah cikal bakal rumah makan Minangkabau di pinggir jalan.
Gusti mengatakan bahwa rumah makan Minangkabau telah ditemukan di luar Sumatera Barat pada awal abad 20; namun baru tersebar luas pada akhir 1960-an dan awal 1970-an, berhubungan dengan eksodus masyarakat Minang pasca-PRRI.
Perkembangan itu didukung oleh fakta hampir semua laki-laki Minang pandai memasak. "Jadi usaha yang paling gampang itu ya bikin rumah makan," kata Gusti.
Mengapa Nasi Padang digemari masyarakat Indonesia?
Menurut Gusti, Nasi Padang begitu pas di lidah orang Indonesia berkat kemampuan orang Minangkabau mengombinasikan berbagai jenis makanan yang masuk ke tanah Minangkabau.
Rendang, misalnya, terinspirasi dari makanan India bernama goulash atau kalio. Ketika orang Minang hendak pergi merantau, kalio itu mereka olah dan keringkan menjadi rendang yang lebih tahan lama.
Selain makanan India, makanan China dan Arab juga menginspirasi beberapa menu dalam kuliner Minangkabau seperti gulai taoco dan gulai putih.
"Berdasarkan studi terhadap beberapa literatur tentang masakan Minangkabau, sejak abad ke-19, tampaknya makanan-makanan bersantan dan berbumbu banyak tidak asli Minangkabau tapi merupakan hasil persentuhan dengan masakan India yang banyak menggunakan bumbu, santan, dan gulai," Gusti menjelaskan.
Fadly Rahman, sejarawan kuliner dan penulis buku Rijstaffel, mengatakan elemen nasi sebagai makanan pokok dan lauk-pauk yang kaya rempah-rempah membuat Nasi Padang digemari masyarakat Indonesia.
Hal ini juga ditunjang oleh keberadaan rumah makan Padang yang jamak ditemukan di mana-mana, membuat Nasi Padang menjadi "makanan kolektif" masyarakat Indonesia.
Benarkah Nasi Padang lebih enak di Padang?
Banyak orang Minangkabau mengklaim bahwa Nasi Padang di Padang lebih enak daripada yang di luar Padang, termasuk Gusti.
Ia menduga hal itu karena para juru masak Minangkabau di perantauan menyesuaikan masakannya dengan lidah masyarakat tempat mereka berada.
Berdasarkan pembicaraan dengan sejumlah juru masak, Gusti menduga bahwa bumbu-bumbu yang digunakan di tanah Minang berbeda dengan bumbu di daerah lain.
Kelapa, misalnya, ada berbagai macam: ada kelapa Painan, kelapa Pariaman, kelapa Pasaman, dan lain sebagainya. Kelapa-kelapa itu disebut berbeda karena kandungan minyaknya. Begitu pula dengan cabai; ada cabai Alahan Panjang, cabai Bukittinggi, cabai Payakumbuh.
"Akan berbeda, umpamanya, rendang yang dibikin dengan kelapa Pariaman dengan rendang yang dibikin dengan kelapa Jawa," kata Gusti.
Sejarawan kuliner Fadly Rahman mengatakan bahwa teknik dan proses mengolah makanan di tanah Minang juga berbeda dengan di perantauan.
Misalnya dalam mengolah rendang, orang di luar tanah Minangkabau biasanya berpandangan bahwa rendang identik dengan daging. Padahal orang-orang Minang memandang rendang sebagai teknik mengawetkan makanan yang tidak cuma daging tapi bisa juga ikan, telur, tempe, tahu, dan sebagainya.
"Mereka bisa mengolah makanan-makanan itu untuk diawetkan," kata Fadly.
"Jika di Jawa, orang biasanya mengolah rendang sampai jadi kalio atau masih basah, tapi kalau di negeri asal sana, teknik mengolah rendang itu dengan durasi yang sangat lama hingga mengering, hitam, dan awet untuk berbulan-bulan bahkan."
Jadi meskipun sempat muncul kemarahan warganet atas komentar seorang juri kontes memasak yang mengatakan rendang seharusnya crispy, rendang yang awet, menurut Fadly, memang crispy.
Adapun dalam penggunaan bumbu atau rempah-rempah, orang-orang di tanah Minangkabau sangat mengedepankan bahan-bahan alami yang tumbuh di sekitar mereka.
"Santan, yang diperoleh secara alami dari pohon-pohon kelapa yang tumbuh subur di sana (tanah Minang), di sini (di luar Minang) cukup bisa digantikan dengan, misalnya, santan-santan instan, untuk kecepatan penyajian," kata Fadly.
Benarkah kalau dibungkus porsi nasinya lebih banyak?
Berdasarkan survei yang dilakukan BBC News Indonesia, 79% rumah makan Padang mengaku memberikan memberikan porsi nasi yang lebih banyak ketika dibungkus.
Menurut sejarawan Minangkabau Gusti Asnan, porsi nasi yang lebih banyak merupakan bentuk penghargaan bagi pembeli nasi bungkus karena telah mengurangi pekerjaan pemilik kedai.
"Kalau dibungkus itu pekerjaan saudagar berkurang, tidak perlu cuci piring, tidak makan tempat. Sebagai bonus bagi orang yang membeli, maka dilebihkan (nasinya)," tutur Gusti.
"Ini juga saya pikir bagian dari tradisi orang Minang yang lebih friendly, lebih menghargai, bahwa si pembeli tidak boleh dirugikan."
Sejarawan kuliner, Fadly Rahman, mengatakan pemberian porsi yang lebih banyak merupakan bagian dari upaya untuk menunjukkan kesan "royal".
"Royal dalam hal apapun — royal dalam bumbu, royal dalam penyajian. Dan sangat mengedepankan sensasi, seperti menyajikan piring dengan memangku di kedua tangan," ujarnya.
Seberapa sehatkah Nasi Padang?
Hidangan Minangkabau mendapat reputasi buruk karena mengandung banyak santan, yang dianggap sebagai sumber "lemak jahat" dan dapat meningkatkan risiko penyakit jantung.
Namun penelitian yang diterbitkan dalam Asia Pacific Journal of Clinical Nutrition pada tahun 2004 menyimpulkan bahwa pola makan, terutama kebiasaan makan gorengan, serta kekurangan aktivitas fisik lebih memengaruhi risiko penyakit jantung.
Profesor Nur Indrawaty Lipoeto, pengajar di Universitas Andalas dan peneliti utama dalam studi tersebut, mengatakan bahwa kandungan lemak jenuh dalam santan hanya seperempatnya minyak goreng. Dan bahwa makanan bersantan biasanya mengandung kalori yang lebih rendah dibandingkan makanan gorengan.
"Makanan gorengan itu jauh lebih berbahaya dari makanan yang bersantan," ujarnya kepada BBC News Indonesia.
Ia menambahkan bahwa makanan Minang kaya akan bumbu seperti jahe, kunyit, lengkuas, dan daun serai yang berperan sebagai antioksidan, membantu mengurangi risiko berbagai penyakit seperti penyakit jantung, stroke, hipertensi, diabetes, dan kanker.
Meski tidak berarti bahwa Nasi Padang bisa mencegah penyakit jantung atau diabetes, kata Profesor Indrawaty, tapi setidaknya hidangan itu tidak seberbahaya yang dikira sebagian orang.
"[Selama ini] orang hanya menonjolkan santannya saja. Jadi orang juga harus melihat bahwa bumbunya berperan penting," ujarnya.
Namun demikian, Profesor Indrawaty menyarankan supaya mereka yang gemar menyantap Nasi Padang juga rajin memakan sayur dan buah karena sayuran dalam hidangan Nasi Padang pada umumnya – daun singkong dan gulai nangka – dinilainya tidak memadai.
Bagaimanapun, Anda bisa menghitung kalori menu Nasi Padang favorit Anda dengan kalkulator di bawah ini:
Bagaimanakah bisnis rumah makan Padang?
Berdasarkan survei BBC News Indonesia, mayoritas pemilik rumah makan Padang adalah laki-laki. Hal ini bisa dijelaskan dengan kaitan persebaran rumah makan Padang dengan tradisi merantau, yang biasanya dilakukan oleh anak laki-laki.
Sebagian rumah makan Padang menerapkan skema bagi hasil atau profit sharing, yang memberikannya keunggulan kompetitif dibandingkan waralaba tempat makan lainnya.
Sejarawan Minangkabau, Gusti Asnan, menyebut skema bagi hasil sebagai cara yang "revolusioner" dalam sistem manajemen rumah makan Padang.
Ia menduga skema tersebut merupakan perkembangan kontemporer dari rumah makan Padang, yakni setelah Indonesia merdeka dan pemberontakan PRRI, ketika rumah makan Padang menjamur di mana-mana.
Di rumah makan lama, Gusti menjelaskan, yang bekerja di rumah makan biasanya adalah keluarga si pemilik rumah makan. Tapi setelah rumah makan Padang menyebar ke luar tanah Minangkabau, para pekerjanya bukan lagi Urang Awak melainkan orang yang direkrut secara profesional.
Akibatnya, praktik 'pembajakan' pegawai, terutama juru masak, marak terjadi di antara rumah makan Padang.
"Skema bagi hasil merupakan iming-iming bagi juru masak yang berasal dari luar keluarga," kata Gusti.
Selain skema bagi hasil, Gusti menambahkan bahwa hal lain yang unik dari rumah makan Padang ialah sistem kaderisasi.
Dalam perkembangan awal, rumah makan Padang dikelola oleh keluarga. Biasanya si pemilik, si Mamak (Paman) menaungi beberapa orang keponakan atau anaknya. Setelah usahanya berkembang, si keponakan atau anak ini diberi kesempatan untuk membuka rumah makan atau kedai baru di tempat lain.
Praktik ini tidak hanya dilakukan di rumah makan yang dikelola keluarga, kata Gusti.
"Biasanya diawali dengan melibatkan [si pegawai] di kasir, memantau di dapur, juru masak dan lain sebagainya. Sehingga ketika ia tegak berdiri sendiri, ia telah memiliki keahlian manajerial yang cukup bagus untuk membangun usaha baru," ia menjelaskan.
Seiring dengan perkembangan zaman, guru besar sejarah di Universitas Andalas itu percaya rumah makan Padang akan terus berinovasi.
Menurut Gusti, rumah makan Padang adalah contoh sikap kreatif dan inovatif para saudagar Minang.
"Kemampuan mereka berkreasi dan berinovasi membuat usaha mereka mampu bertahan dalam perjalanan sejarah "kuliner" Minang khususnya, dan Nusantara pada umumnya," pungkasnya.
Survei dilakukan dengan jumlah responden sebanyak 100 responden dengan cakupan Jabodetabek. Simpang galat (margin of error) survei ini kurang lebih ±5.5%. Data survei dapat diunduh di sini.
Kalkulator menu rumah makan Padang disusun berdasarkan Tabel Komposisi Pangan (Kementrian Kesehatan RI, 2017). Resep masakan disusun dari berbagai sumber dan dapat diunduh di sini.
Grafik dan elemen interaktif dibuat oleh tim jurnalis visual East Asia BBC News — Leben Asa, Davies Surya, dan Arvin Supriyadi.
"nasi" - Google Berita
November 29, 2019 at 11:19AM
https://ift.tt/35IOO12
Nasi Padang: Sejarah, kalori, dan semua hal yang perlu Anda ketahui - BBC Indonesia
"nasi" - Google Berita
https://ift.tt/2IdrjUu
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Nasi Padang: Sejarah, kalori, dan semua hal yang perlu Anda ketahui - BBC Indonesia"
Post a Comment