REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Nama dr Tifauzia Tyassuma belakangan semakin sering diperbincangkan warganet. Ahli epidemiologi itu terkenal dengan pemaparannya yang gamblang mengenai penanganan wabah virus corona tipe baru di Indonesia.
Sebagai akademisi bidang epidemiologi, Tifa menyingkap yang seolah tak terungkap soal kasus Covid-19 di Indonesia. Ia bahkan pernah membuat surat terbuka yang ditujukan kepada Presiden Joko Widodo setelah membaca kebijakan pemerintah sepertinya mengarah pada herd immunity alias imunitas kelompok yang membahayakan nyawa rakyat.
Tifa juga getol mengingatkan pentingnya lockdown di awal merebaknya virus corona di Tanah Air. Pernyataannya tentang jumlah kasus Covid-19 yang jauh lebih banyak dari angka yang disebut pemerintah membuatnya semakin menjadi sorotan warganet, baik oleh mereka yang sepakat maupun kontra dengan perhitungannya.
Direktur Eksekutif dari Clinical Epidemiology dan Evidence Based Medicine Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-RS Cipto Mangunkusumo itu tak lagi bisa menahan kekhawatirannya ketika peringatan dan sarannya seperti tak digubris pemerintah. Pada 4 April, melalui akun Facebook-nya, ia menyerukan agar kepala daerah menyiapkan kuburan massal dan pemulasaraan jenazah Covid-19, terutama di zona merah.
Ketika kasus Covid-19 semakin merajalela di Indonesia, Tifa dirisak oleh buzzer yang tak sepakat dengan penjelasan sesuai kepakarannya. Selasa (7/4), Tifa pun mengungkapkan kegeramannya terhadap para pendengung yang disebutnya rela membunuh orang demi nasi dan receh di saat dirinya dan sesama dokter berjuang baik preventif maupun kuratif dalam menghadapi gempuran virus corona.
"Buzzer bebas pidana, padahal terang-terangan melakukan kejahatan dan mendapatkan keuntungan dari kejahatannya," ujar Tifa melalui pesan teksnya kepada Republika.co.id, Rabu (8/4).
BUZZER
Membunuh orang demi nasi dan receh
Melalui jasa baik kawan-kawan, lengkap sudah investigasi atas pendiskreditan nama Dr Tifauzia Tyassuma oleh Pebisnis buzzer, yang digoreng dalam berbagai Portal media buzzer online.
Menggunakan manusia-manusia bayaran dengan provider tertentu yang memungkinkan mereka ini punya puluhan akun dan kloningan. Tugas mereka adalah terus membunuh, menghabisi, menggoreng, memfitnah, menghancurleburkan kredibilitas, dan nama baik seseorang, demi nasi dan uang recehan.
Cara kerja mereka,
1. Menyebar HOAX kemana-mana, dengan narasi/berita yang dibuat juragan disebarkan melalui media online buzzer, yang jadi semacam Sumber Referensi. Tanpa mereka sadari bahwa, si juragan dapat miliaran dari Pemodal dan iklan. sementara mereka hanya dapat recehan setara nasi pecel ayam. Makin sering mereka posting, makin kayaraya si juragan.
2. Menghajar postingan Korban yang diincar -dalam hal ini Dokter Tifa- dengan komen-komen nyinyir secara terus-menerus, tanpa pandang bulu, tanpa peduli apakah yang dipost adalah fitnahan, HOAX, berisikan konten yang memutarbalikkan logika.
3. Membuat banyak netizen julid ikut-ikutan terbawa arus menjadi buzzer gratisan. Tercuci otak lalu ikut menyebarluaskan berita yang dibuat, ikut nimbrung di komen, menggunjing, mengghibah, memfitnah sampai tak sadar menjadi semacam kawanan lebah jahat yang mendengungkan hal jahat.
Tanpa peduli mereka ini terus dan terus mengeroyok postingan seseorang yang diincar, komen-komen JAHAT mereka ini seperti peluru yang ditembakkan tanpa ampun, untuk menghabisi seseorang, membuat OPINI publik terbelah dan terbalik-balik, sehingga orang-orang yang sebetulnya sangat mengenal baik orang yang menjadi incaran, bisa berganti memusuhi orang itu, dan ikut-ikutan menyebarluaskan pemahaman dengan kesalahan pikir (logical fallacy) dan ad hominem (menghancurkan karakter seseorang di depan publik) tanpa ampun.
Dengan harapan agar si korban -orang yang diincar untuk DIHABISI - mengalami mental breakdown, depresi, menghilang, diam, BUNGKAM, Dan kalau perlu untuk selama-lamanya.
Demi nasi. Demi recehan. Manusia-manusia gagal hidup itu tega dan begitu keji jadi suruhan dan budak kejahatan.
Dalam sejarah panjang, banyak ilmuwan dan penegak kebenaran menentang arus, menyuarakan kebenaran, terbully sampai bunuh diri (Edward Jenner) terpenggal (Galileo), terbakar (Joan of Arc), dipaksa minum racun (Senecca).
Di masa sekarang, di abad 21 ini, pedang, racun, api, diganti dengan HOAX dan FITNAH melalui serangan membabi buta tak kenal ampun.
Inilah Indonesia. Dimana sebagian penduduknya sanggup menggadaikan kemanusiaan, menjadi buzzer-buzzer budak, merendahkan diri serendah-rendahnya, demi nasi, demi receh.
Di mata saya hanyalah, nyawa 273 juta rakyat Indonesia, yang harus segera disadarkan dengan pengetahuan,
yang harus segera dibuat melek mata dengan kenyataan,
yang harus segera dipaksa menerima kebenaran walau pahit,
agar tehindar dari bencana lebih luas lagi, bencana COVID19.
Dokter di Rumah Sakit berjuang, di tengah gempuran serangan virus COVID19, dengan APD seadanya dan jiwa sekuatnya.
Saya bekerja di lapangan dan sosial media, berjuang menyuarakan kebenaran dan pengetahuan di tengah gempuran serangan buzzer, HOAX dan fitnah dengan bekal keyakinan semata.
Semoga ALLAH melindungi kami, Para Dokter yang bekerja dari preventif hingga kuratif.
Untuk tetap kuat dan teguh menjalankan tugas kami masing-masing.
Demi keselamatan seluruh Rakyat Indonesia, dari bencana COVID19 lebih luas.
Tifauzia Tyassuma
"nasi" - Google Berita
April 08, 2020 at 08:41AM
https://ift.tt/3aSq6yh
Dr Tifauzia Tyassuma: Buzzer Membunuh demi Nasi dan Receh - Republika Online
"nasi" - Google Berita
https://ift.tt/2IdrjUu
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Dr Tifauzia Tyassuma: Buzzer Membunuh demi Nasi dan Receh - Republika Online"
Post a Comment